Di kisahkan dalam al-Qur’an, Nabi Musa ‘alaihi salam ingin berguru kepada Nabi Khidir ‘alaihi salam, Nabi Khidir ‘alaihi salam pun berkata pada Nabi Musa ‘alaihi salam, “"Kamu tidak akan bisa bersabar bersamaku." Nabi Musa ‘alaihi salam pun berjanji akan sabar dengan izin dan kehendak Allah Swt. Nabi Khidir ‘alaihi salam mensyaratkan atas Nabi Musa ‘alaihi salam agar tidak bertanya tentang sesuatu sampai dia sendiri yang nanti akan menjelaskan dan menerangkannya.
Suatu ktika Nabi Musa dan Nabi Khidir ‘alaihimassalam berjalan di pantai. Keduanya hendak menyeberang ke pantai yang lain, dan mendapatkan perahu kecil yang akan menyeberangkan para penumpang di antara kedua pantai. Orang-orang sudah mengenal Nabi Khidir ‘alaihi salam, maka mereka menyeberangkannya bersama dengan Nabi Musa ‘alaihi salam ke pantai seberang secara gratis.
Nabi Musa dan Nabi Khidir ‘alaihimassalam melihat seekor burung yang hinggap di pinggir perahu. Burung itu mematok air dari laut sekali, maka Nabi Khidir ‘alaihi salam berkata kepada Nabi Musa ‘alaihi salam., "Demi Allah, ilmumu dan ilmuku dibandingkan dengan ilmu Allah hanyalah seperti yang dipatokkan burung itu dengan paruhnya dari air laut."
Ketika keduanya berada di atas perahu, Nabi Musa ‘alaihi salam dikejutkan oleh Nabi Khidir ‘alaihi salam yang mencopot sebuah papan kayu dari perahu itu dan menancapkan patok padanya. Nabi Musa ‘alaihi salam lupa akan janjinya, dengan cepat dia mengingkari.
Pengrusakan di bumi adalah kejahatan, yang lebih jahat jika dilakukan kepada orang yang memiliki jasa kepadanya, "Mengapa kamu melubangi perahu itu yang akibatnya kamu menenggelamkan penumpangnya? Sesungguhnya kamu telah berbuat suatu kesalahan besar." (QS. Al-Kahfi: 71). Di sini Nabi Khidir ‘alaihi salam itu mengingatkan Nabi Musa ‘alaihi salam akan janjinya, "Bukankah aku telah berkata, 'Sesungguhnya kamu sekali-kali tidak akan sabar bersama denganku." (QS. Al-Kahfi: 72). Pertanyaan Nabi Musa ‘alaihi salam yang pertama ini dikarenakan dia lupa, sebagaimana hal itu dijelaskan oleh Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa salam.
Nabi Musa dan Nabi Khidir ‘alaihimassalam terus berjalan. Lagi-lagi Nabi Musa ‘alaihi salam dikejutkan oleh tindakan Nabi Khidir ‘alaihi salam yang menangkap anak kecil yang sehat dan lincah. Nabi Khidir ‘alaihi salam menidurkan dan menyembelihnya, memenggal kepalanya. Di sini Nabi Musa ‘alaihi salam tidak sanggup untuk bersabar terhadap apa yang dilihatnya. Dengan tangkas dia mengingkari, sementara dia menyadari janji yang diputuskannya. "Mengapa kamu membunuh jiwa yang bersih, bukan karena dia membunuh orang lain? Sesungguhnya kamu telah melakukan sesuatu yang munkar." (QS. Al-Kahfi: 74)
Pengingkaran Nabi Musa ‘alaihi salam dijawab oleh hamba shalih itu dengan pengingkaran, "Bukankah sudah aku katakan bahwa sesungguhnya kamu tidak akan dapat bersabar bersamaku?" (QS. Al-Kahfi: 75)
Di sini Nabi Musa ‘alaihi salam berhadapan dengan kenyataan yang sebenarnya, bahwa dia tidak mampu berjalan menyertai laki-laki ini lebih lama lagi. Nabi Musa ‘alaihi salam tidak kuasa melihat perbuatan seperti ini dan diam. Hal ini kembali kepada dua perkara. Pertama, tabiat Nabi Musa‘alaihi salam. Nabi Musa‘alaihi salam dengan jiwa kepemimpinan yang dimilikinya sudah terbiasa menimbang segala sesuatu yang dilihatnya. Dia tidak terbiasa diam jika menyaksikan sesuatu yang tidak diridhainya.
Dan kedua, dalam syariat Nabi Musa‘alaihi salam, pembunuhan seorang anak adalah sesuatu kejahatan. Bagaimana mungkin Nabi Musa‘alaihi salam tidak mengingkarinya, siapa pun pelakunya. Dalam hal ini Nabi Musa ‘alaihi salam mengakui kepada Nabi Khidir ‘alaihi salam tersebut. Nabi Musa ‘alaihi salam memohon kesempatan yang ketiga dan yang terakhir. Jika sesudahnya Nabi Musa ‘alaihi salam bertanya, maka dia berhak untuk meninggalkannya.
Keduanya lantas berjalan, hingga tibalah di sebuah desa yang penduduknya pelit. Nabi Musa dan Nabi Khidir ‘alaihimasalam meminta kepada mereka untuk bertamu. Namun mereka berdua hanya mendapatkan penolakan dari mereka. Walaupun demikian, Nabi Khidir ‘alaihi salam memperbaiki tembok di desa itu yang miring dan hampir roboh. Ini perkara yang aneh. Mereka menolak menerima keduanya sebagai tamu, tapi Nabi Khidir ‘alaihi salam malah memperbaiki tembok mereka dengan gratis.
Di sini Nabi Musa ‘alaihi salam memilih berpisah. Hal ini ditunjukkan oleh pertanyaan Nabi Musa ‘alaihi salam kepada Nabi Khidir ‘alaihi salam tentang alasan dia memperbaiki tembok secara gratis, padahal tembok itu dimiliki oleh kaum yang menolak mereka.
Seandainya Nabi Musa ‘alaihi salam bersabar menyertai Nabi Khidir ‘alaihi salam, niscaya kita bisa mengetahui banyak keajaiban dan keunikan yang terjadi padanya. Akan tetapi Nabi Musa ‘alaihi salam memilih berpisah setelah hamba shalih ini menerangkan tafsir dari perbuatannya dan rahasia yang terkandung dari perilaku yang dilakukannya. Dan perkara ini tercantum dalam surat Al-Kahfi.
Adapun tiga hikmah yang ada dibalik tiga kejadian yang 'diajarkan' oleh Nabi Khidir kepada Nabi Musa adalah :
Kejadian pertama adalah ketika Nabi Khidir ‘alaihi salam menghancurkan perahu yang mereka tumpangi karena perahu itu dimiliki oleh seorang yang miskin dan di daerah itu tinggallah seorang raja yang suka merampas perahu miliki rakyatnya. Ini sesuai dengan firman Allah Swt. "Adapun bahtera itu adalah kepunyaan orang-orang miskin yang bekerja di laut, dan aku bertujuan merusakkan bahtera itu, karena di hadapan mereka ada seorang raja yang merampas tiap-tiap bahtera." (QS Al-Kahfi: 79)
Kejadian yang kedua adalah ketika Nabi Khidir ‘alaihi salam menjelaskan bahwa beliau membunuh seorang anak karena kedua orang tuanya adalah pasangan yang beriman dan jika anak ini menjadi dewasa dapat mendorong bapak dan ibunya menjadi orang yang sesat dan kufur. Kematian anak ini digantikan dengan anak yang shalih dan lebih mengasihi kedua bapak-ibunya hingga ke anak cucunya. Ini sesuai dengan firman Allah Swt. "Dan adapun anak itu maka kedua orang tuanya adalah orang-orang mukmin, dan kami khawatir bahwa dia akan mendorong kedua orang tuanya itu kepada kesesatan dan kekafiran. Dan kami menghendaki, supaya Tuhan mereka mengganti bagi mereka dengan anak lain yang lebih baik kesuciannya dari anaknya itu dan lebih dalam kasih sayangnya (kepada ibu bapaknya)." (QS Al-Kahfi: 80-81)
Kejadian yang ketiga (terakhir) adalah dimana Nabi Khidir ‘alaihi salam menjelaskan bahwa rumah yang dinding diperbaiki itu adalah milik dua orang kakak beradik yatim yang tinggal di kota tersebut. Didalam rumah tersebut tersimpan harta benda yang ditujukan untuk mereka berdua. Ayah kedua kakak beradik telah meninggal dunia dan merupakan seorang yang shalih. Jika tembok rumah tersebut runtuh, maka bisa dipastikan bahwa harta yang tersimpan tersebut akan ditemukan oleh orang-orang di kota itu yang sebagian besar masih menyembah berhala, sedangkan kedua kakak beradik tersebut masih cukup kecil untuk dapat mengelola peninggalan harta ayahnya. Ini sesuai dengan firman Allah Swt. "Adapun dinding rumah itu adalah kepunyaan dua orang anak yatim di kota itu, dan di bawahnya ada harta benda simpanan bagi mereka berdua, sedang ayahnya adalah seorang yang saleh, maka Tuhanmu menghendaki agar supaya mereka sampai kepada kedewasaannya dan mengeluarkan simpanannya itu, sebagai rahmat dari Tuhanmu; dan bukanlah aku melakukannya itu menurut kemauanku sendiri. Demikian itu adalah tujuan perbuatan-perbuatan yang kamu tidak dapat sabar terhadapnya". (QS Al-Kahfi: 82)
Saudara2 ku, Apa yang bisa kita petik dari pelajaran ini??
Ada banyak hal-hal di dalam hidup ini yang secara kasat mata kita anggap sebagai sesuatu yang buruk. Apa yang terjadi tidak sesuai dengan apa yang kita harapkan. Kita mungkin sudah berdoa kepada Tuhan dan melakukan apa yang Tuhan perintahkan kepada kita, namun tetap saja rasanya kebaikan tidak berpihak kepada kita. Tetap saja keadaan hidup kita tidak berubah bahkan menjadi lebih buruk. Sedangkan orang lain yang mungkin tidak pernah dekat dengan Tuhan, tidak mengindahkan firmanNya, bahkan jahat perbuatannya, malah sepertinya selalu beruntung! Kita merasa Tuhan tidak adil! Kita merasa Tuhan memang menginginkan kita menderita!
Namun semua hal-hal yang kita pikirkan tersebut sama sekali tidak benar. Karena keterbatasan jangkauan pikiran kita lah yang membuat kita tidak mampu untuk melihat kebaikan di balik apa yang Tuhan izinkan terjadi dalam hidup kita. Mungkin Tuhan tidak mengabulkan apa yang kita mohonkan, namun itu bukan karena Ia tidak mengasihi kita. Justru karena kasihNya lah, maka Ia tidak mengabulkannya. Mungkin apabila Tuhan berikan, justru akan membawa kita jauh dari Tuhan bahkan mencelakakan kita! Demikian juga dengan segala rahmat dan kelimpahan yang kita terima dari Tuhan, kalau kita tidak mampu mengelolanya dengan baik dan dipersembahkan untuk kemulian Tuhan, tetapi hanya untuk kesenangan kita sendiri, bukan tidak mungkin justru akan membawa hidup kita kepada kehancuran! !
Ingatlah, Tuhan selalu merancangkan hal yang indah bagi hidup kita. Segala sesuatu yang mungkin saat ini kita alami, apakah itu hal yang baik maupun yang kurang baik, bahkan hal yang buruk sekalipun, jika kita dapat menerimanya dengan penuh ucapan syukur, maka kita akan tetap merasakan damai sejahtera rahmat Allah melimpah dalam hidup kita. Bersabarlah, nantikankanlah jawaban dan RahmatNya, karena IA membuat segala sesuatu indah pada waktunya.
Allah Slalu Bersama Kita, Allah Slalu Memperhatikan Kita, Allah Slalu Dekat Dengan Kita
Download : Nabi Musa dan Nabi Khidir 'alaihimassalam
0 comments:
Post a Comment