0 Jika Merapi Mengadu

November 11, 2010 Labels:
Ketika Merapi mengadu
(Sebuah keluhan seorang ibu)


Seumpama seorang ibu karena aku ibu yang mengandungmu ...anak-anaku, akulah Ibumu, ibu pertiwi telah kupersembahkan segalanya untukmu telah kuberikan semuanya untukmu Ingatkah dulu nak aku seumpama pohon besar yang rindang mengayomimu dari panasnya matahari dari derasnya hujan telah kuberikan buah-buahan segar kepadamu dan telah kau petik semuanya tanpa sisa sedikitpun bahkan daun-daun dan rantingnyapun telah kau pangkas pula luka dan berdarah membekas pedih namun dukaku lebih dalam lagi dari itu anakku tak puasnya pula kau putuskan cabang-cabang dan bahkan batangnya pula kau tebang kini kau mencoba mencabut pula akar-akarku akar-akar yang kupegang kuat-kuat agar menghindarkanmu dari bahaya ku cengkeram sekuat tenaga hal-hal yang akan merugikanmu anaku kini aku tak mampu lagi menahan beban yang kupegang kumuntahkan segalanya tak ada lagi kekuatanku Sungguh Tuhanku tak akan mencelakaimu anakku kalau bukan karena perbuatanmu yang melampaui batas lihatlah dimana-mana di muka bumi sungai yang menangis dalam keruhnya hutan yang menangis dalam keringnya bumi yang terluka dalam kerontangnya alam yang berduka dalam kegersangannya.

Sungguh Tuhanmu sangat mengasihimu dia tak akan membebanimu hanya sekedar mengingatkanmu alam adalah tempatmu alam adalah rumahmu alam adalah dirimu tanpanya kau tak ada sudah nampak kerusakan di muka bumi ini karena tangan-tanganmu maka kembalilah datanglah kemari ke pelukan ibumu Ibu pertiwi yang sangat mencintaimu

sampai suatu saat negeri ini kembali seperti dahulu kala dimana kau semua begitu mencintai alam menghargai alam seperti menghargai diri sendiri di suatu masa dulu dimana tak ada pohon yang tak ditebang tanpa penghargaan penghormatan tertinggi kepada Tuhan dimana tak ada ranting yang dipotong kecuali demi sebuah doa kepada Sang Pemilik hidup dimana manusia dan alam bersama-sama sebagai bagian yang satu untuk menyembah kepada Tuhan Sang Pemilik alam semesta

Aku datang untuk mengadu aku datang untuk mengeluh kepada salah seorang diantara kamu kepada sepuluh orang diantara kamu kepada seribu orang diantara kamu kepada seratus orang diantara kamu mengadukan dukaku mengeluhkan laraku aku yang sedang lara merintih dan berduka.

marilah datanglah kembalilah sayangi lagi aku cintai aku sebagaimana cintaku kepadamu

mewujudnya sebuah negeri bersama negeri yang gemah ripah loh jinawi toto tentrem kerto raharjo mewujudkan sebuah negeri bersama yang baldatun toyibatun warobun ghofur

Bersama kita dalam doa kepada Tuhan Sang Pemilik alam semesta ini. 
Read more

0 Supir Kehidupan

November 5, 2010 Labels:

Kita tidak pernah mempertanyakan kemana supir bus kota yang kita tumpangi akan membawa bus-nya. Tetapi kita sering mempertanyakan Tuhan, kemana Dia akan membawa hidup kita.

Seorang ayah mengajak puterinya, Asa, 6 tahun, mengendarai mobil menuju ke sebuah museum. Sudah lama Asa menginginkannya. Si Ayah kebetulan hari itu mengambil cuti dan sengaja mengantar anaknya ke tempat yang sudah lama diimpikan Asa itu tanpa didampingi Bunda.

Di perjalanan, tak hentinya Asa bertanya kepada si Ayah, “Ayah tahu tempatnya?”, tanya Asa yang duduk di samping kemudi Ayah.

“Tahu, jangan kuatir ...”, jawab Ayah sembari tersenyum.

"Emang Ayah tahu jalan-jalannya?”

“Tahu, jangan kuatir ...”

“Benar, tidak kesasar Ayah?”

“Benar, jangan kuatir ...”, jawab Ayah tetap dengan sabar.

“Nanti kalau Asa haus, bagaimana?”

“Tenang, nanti Ayah beli air mineral ...”

“Terus kalau lapar?”

“Tenang, Ayah ajak mampir Asa ke restoran ...”

“Emang ayah tahu tempat restorannya?”

“Tahu, sayang ...”

“Emang ayah bawa cukup uang?”

“Cukup, sayang ...”

“Kalau Asa pengin ke kamar kecil?”

“Ayah antar sampai depan pintu toilet wanita ...”

“Emang di musium ada toiletnya?”

“Ada, jangan kuatir ...”

“Ayah bawa tissue juga?”

“Bawa, jangan kuatir ...”, kata ayah sembari membelokkan mobilnya masuk jalan tikus, karena macet.

“Kok Ayah belok ke jalan jelek dan sempit begini?”

“Ayah cari jalan yang lebih cepat ... supaya Asa bisa menikmati museum lebih lama nanti ...”

Tidak berapa lama, Asa kemudian tidak bertanya-tanya lagi. Giliran sang Ayah yang bingung, “Kenapa Asa diam, sayang?”

“Ya, Asa percaya Ayah deh! Ayah pasti tahu, akan antar dan bantu Asa nanti!”


Saudaraku, Kita ini seperti Asa si anak kecil ini. Kita bertanya banyak hal mengenai apa yang kita hadapi dan terjadi dalam hidup kita. Terlalu banyak khawatir apa yang akan kita hadapi. Padahal sesungguhnya Tuhan “sedang mengemudi” buat kita semua.

Kadang Ia membawa ke “gang sempit” yang barangkali tidak enak, tetapi itu semua untuk menghindari "kemacetan" di jalan yang lain. Kadang Ia memperlambat "kendaraan-Nya", kadang mempercepat. Semuanya ada maksudnya.

Ada baiknya kalau kita menyerahkan hal-hal yang di luar jangkauan kita kepada-Nya. Biarkan Dia berkarya atas hidup Anda, biarkan Dia mengemudikan hidup Anda, sebaliknya fokuskan hidup Anda kepada hal-hal yang Anda bisa kerjakan di depan mata, dengan berkat kemampuan yang Anda sudah miliki.

Allah Slalu Bersama Kita, Allah Slalu Memperhatikan Kita, Allah Slalu Dekat Dengan Kita.
Read more
 
MaulaChela © 2010 | Designed by Blogger Hacks | Blogger Template by ColorizeTemplates